Pelemahan Ekonomi Indonesia Berlanjut 2016

Bank Dunia memprediksi negara-negara berkembang akan tumbuh sebesar 4,8% pada 2016, angka tersebut 0,4% lebih lemah dibandingkan perkiraan sebelumnya. Bank Dunia juga menyoroti fenomena pertumbuhan perekonomian yang melambat di negara berkembang yang terjadi selama 2015 dikhawatirkan masih berlanjut pada tahun ini, padahal relatif banyak warga miskin di kawasan tersebut.

NERACA

Bank Dunia dalam laporan bertema “Prospek Ekonomi Global” memaparkan, perkiraan untuk pertumbuhan produk domestik bruto mereka, dalam ukuran luas produksi barang dan jasa, diturunkan 0,3% menjadi 2,1%.

Penurunan hanya 0,1% dalam PDB tersebut tercatat untuk Amerika Serikat, ekonomi terbesar dunia, dan untuk 19 negara zona euro, masing-masing menjadi 2,7% dan 1,7%.

“Pelambatan simultan dari empat negara berkembang terbesar yakni Brasil, Rusia, Tiongkok, dan Afrika Selatan, menimbulkan risiko efek berantai untuk seluruh ekonomi dunia,” ujar Kepala Ekonom Bank Dunia Kaushik Basu seperti dikutip Antara, Kamis (7/1).

Revisi pertumbuhan Bank Dunia bahkan lebih drastis untuk negara-negara berkembang lainnya yang sudah dalam resesi: Brazil turun 3,6 poin menjadi kontraksi 2,5% dan Rusia turun 1,4 poin menjadi kontraksi 0,7%. Kedua negara telah terpukul oleh penurunan harga komoditas-komoditas seperti minyak dan produk-produk pertanian.

“Ada perbedaan besar dalam kinerja antara negara-negara berkembang. Dibandingkan dengan enam bulan yang lalu, risiko meningkat, terutama yang berhubungan dengan kemungkinan pelambatan kacau di negara-negara berkembang utama,” ujarnya.

Selain itu, ekonomi global akan perlu beradaptasi dengan periode baru pertumbuhan lebih moderat di negara-negara berkembang besar, yang ditandai dengan harga-harga komoditas yang lebih rendah dan berkurangnya arus perdagangan dan modal.

Bank Dunia menyoroti fenomena pertumbuhan perekonomian yang melambat di negara-negara berkembang yang terjadi selama 2015 dan dicemaskan masih berlanjut pada tahun 2016, padahal relatif banyak warga miskin di kawasan tersebut.

“Lebih dari 40 persen warga miskin dunia yang tinggal di negara-negara berkembang yang pertumbuhannya melambat pada tahun 2015,” kata Presiden Grup Bank Dunia Jim Yong Kim dalam keterangan tertulis yang diterima kemarin.

Namun, pertumbuhan global pada tahun 2016 masih lemah, tetapi diperkirakan akan dapat sedikit meningkat dari 2,4% pada 2015 menjadi 2,9% pada 2016.

Di jelaskan, sejumlah kelemahan yang berjalan simultan di kawasan pasar perekonomian yang sedang berkembang mengakibatkan kecemasan terkait dengan upaya pencapaian sasaran pengurangan kemiskinan dan kesejahteraan bersama di sejumlah negara.

“Negara-negara berkembang harus fokus membangun ketahanan pada kondisi perekonomian yang melemah dan melindungi golongan masyarakat yang paling rentan,” kata Jim Yong Kim.

Dia juga mengemukakan bahwa manfaat dari reformasi pemerintahan dan kondisi bisnis merupakan hal yang berpotensi besar dan dapat mengatasi efek perlambatan pertumbuhan.

Bank Dunia memangkas perkiraan pertumbuhan ekonomi global tahun ini mengutip pertumbuhan “mengecewakan” di negara-negara berkembang utama seperti Tiongkok dan Brazil.

“Pelemahan simultan di sebagian besar negara-negara berkembang utama menjadi kekhawatiran untuk mencapai tujuan pengurangan kemiskinan dan kemakmuran bersama karena negara-negara mereka telah berkontribusi kuat terhadap pertumbuhan global untuk dekade lalu,” ujarnya.

Di tengah transisi ekonomi yang mendalam, Tiongkok akan melihat pertumbuhan ekonominya melambat menjadi 6,7% tahun ini dari 6,9% (2015). Perkiraan 2016 untuk ekonomi terbesar kedua di dunia itu adalah 0,3 poin lebih rendah dari enam bulan yang lalu dan akan menandai kinerja terlemah sejak 1990. Sejak pertengahan 2014, Tiongkok telah mengalami serangan turbulensi keuangan dengan penurunan spektakuler 7% dalam indeks pasar sahamnya.

Sebelumnya, Bank Dunia menilai belanja pemerintah masih menjadi sumber pertumbuhan Indonesia pada tahun 2016 di tengah tingginya tekanan ekonomi global yang bisa menghambat kinerja ekspor dan aliran investasi.

Kepala Perwakilan Bank Dunia untuk Indonesia Rodrigo Chaves, dalam paparan ekonomi triwulanan di Jakarta, mengatakan bahwa reformasi anggaran telah tampak pada postur fiskal anggaran 2016 dengan relokasi ke pagu belanja modal yang relatif cukup besar.

“Investasi (pemerintah) lebih banyak guna membangun infrastruktur, layanan kesehatan, dan program bantuan sosial. Hal itu dapat memperkuat proyeksi pertumbuhan dan membantu masyarakat miskin dan rentan,” ujarnya.

Pertumbuhan Investasi

Secara terpisah, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Franky Sibarani menilai perlambatan ekonomi masih akan terus membayangi pertumbuhan investasi Indonesia pada tahun ini.

Dengan pertimbangan tersebut, pihaknya urung merevisi target realisasi investasi yang dipatok Rp594,8 triliun pada 2016. “Kami tidak pernah merevisi target karena iklim investasi di Indonesia dan global masih ‘fragile’ (rentan) juga. Semester pertama nanti paling kita sudah bisa lihat, ini ‘upbeat’ terhadap target atau tidak,” katanya seusai mengunjungi proyek pembangunan pabrik di Cikarang, Jawa Barat, kemarin.

Franky menjelaskan bahwa perlambatan ekonomi masih akan membayangi pada tahun 2016 menyusul harga minyak dunia yang rendah. “Kalau Saudi dan Iran tegang terus, kan bisa menghambat suplai,” katanya.

Pertumbuhan investasi, menurut dia, juga perlu memperhatikan perkembangan dunia lainnya, seperti kenaikan suku bunga yang dilakukan oleh bank sentral AS ( The Fed) menjadi 0,5%.

“Ini juga pertama kalinya Amerika Serikat ekspor. Belum lagi ada Myanmar yang sukses pemilunya. Ini membuat tantangan berkompetisi makin lebar. Yang tadinya saingan kita hanya Malaysia dan Vietnam, sekarang tambah Filipina dan Myanmar,” ujarnya.

Oleh karena itu, lanjut Franky, soliditas antara pelaku dan pemerintah perlu ditingkatkan guna menciptakan iklim berinvestasi yang kondusif mengundang investor datang ke Indonesia.

Franky sendiri memastikan realisasi investasi sepanjang 2015 melewati target yang dipatok Rp519,5 triliun. “Yang pasti naik, target kita Rp519,5 triliun kan, tetapi sekitar Rp540 triliun sudah pasti dapat,” tutur dia.

Dalam catatan BKPM, realisasi investasi Januari–September 2015 mencapai Rp400 triliun, meningkat 16,7% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp342 triliun. Realisasi investasi tersebut sudah mencapai 77% dari target realisasi investasi pada tahun 2015 Rp519,5 triliun.

Dari realisasi investasi Januari–September tersebut, penanaman modal dalam negeri (PMDN) meningkat 16,4% sebesar Rp133,2 triliun dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, sementara realisasi investasi penanaman modal asing (PMA) naik 16,9% sebesar Rp266,8 triliun.

Adapun dari sisi tenaga kerja realisasi investasi sepanjang Januari–September 2015 juga menyerap tenaga kerja sebanyak 1.059.734 orang, naik 10,4% dibandingkan periode yang sama pada tahun 2014 sebesar 960.336 orang.

 

sumber : http://www.neraca.co.id/