Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) telah mengeluarkan surat edaran mengenai harga dan mekanisme penerapan kantong plastik berbayar. Dalam aturan tersebut ditetapkan kebijakan kantong plastik berbayar seharga Rp200 yang mulai berlaku sejak 21 Februari lalu.
Wakil Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Sudaryatmo menuturkan bila poin terutama bukanlah mengenai besarnya harga kantong plastik, namun perubahan konsumen dalam mengonsumsi kemasan plastik.
Menurutnya, kebijakan kantong plastik berbayar merupakan misi kepada konsumen agar mengurangi penggunaan kantong plastik. Oleh sebab itu mengenai aturan harga perlu disesuaikan dengan tingkat kemampuan konsumen. “Yah begini kalau harga kemasan Rp5.000, cuma barang belanjaannya Rp2.000 kan enggak sesuai juga,” jelasnya.
Lagi pula, lanjutnya, kebijakan ini masih dievaluasi oleh Kementerian LHK sehingga masih adanya pembahasan mengenai penyesuaian harga yang tepat. “Jadi kalau Rp200 dianggap belum efektif bisa saja dinaikkan, cuma jangan dinaikkan plastik lebih mahal dari barang belanjaan kan enggak ada yang mau beli,”ujarnya.
Pemberlakukan kantong plastic berbayar ini menuai pro dan kontra. Di beberapa daerah sudah barlaku, namun ada juga yang menolak yaitu Surakarta. FX Hadi Rudyatmo, Wali Kota Solo, beralasan bahwa kantong plastic berbayar ini tidak efektif untuk menekan sampah palstik jika kantong plastic masih dijual dengan harga rendah ataupun tinggi. Ia menyarankan kalau lebih baiak gerai supermarket dan pasar tradisional menjual tas berbahan kain atau berbahan lain yang ramah lingkungan, untuk mengantikan kantong plastic.
Menurut Uyus Setia Bakhti, Direktur Yayasan Peduli Lingkungan Hidup (Yapelh) Tangerang, program ini juga tidak efektif untuk mengurangi sampah plastic. Menurutnya hal ini justru akan menimbulkan bisnis pengusaha di bidang tersebut. Seharusnya pemerintah memberikan sosialisasi perubahan gaya hidup pada masyarakat.
“Daripada menimbulkan adanya bisnis dan justru memicu penambahan sampah plastic, lebih baik ubah pola masyarakat, bahwa sampah dapat dimanfaatkan, jangan anggap suatu yang menjijikan. Harus tahu sejak awal akan membeli plastk bahwa palstk itu akan dibuang dimana atau diapakan.” Ujar Uyus.
Sementara menurut Saikhul Irfan, pegiat social asal Purwakarta justru memandang dari sisi ekonomi, jika kantong dibandrol seharga Rp 200,- justru akan lari ke keuntungan Ritel yang menerapkan kantong plastic berbayar ini, dan merugikan konsumen. “seharusnya pemerintah sekalian mendenda toko yang menyediakan kantong plastic, shingga ada kesadaran antara konsumen dan toko.”
sumber:
http://economy.okezone.com/
http://jakartasatu.co/